LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 1
“KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS DAN KOLOM”
DISUSUN OLEH:
PUTRI
AYU INDAH LESTARI (A1C117005)
DOSEN
PENGAMPU :
Dr. Drs. SYAMSURIZAL,
M.Si
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2019
VII. Data Pengamatan
7.1 Kromatografi
Lapis Tipis
Perlakuan
|
Pengamatan
|
Disiapkan plat TLC
|
|
Sampel yang akan diuji diekstraki
dengan metanol:
a. Buah naga
b. Bayam
c. Nanas
d. Kembang kertas
e. Semangka
f. Wortel
g. Pepaya
h. Kentang
i. Tomat
j. Kembang sepatu
|
Hasil dari ekstraksi sampel dengan
metanol yaitu:
a. Larutan berwarna merah keunguan
b. Larutan berwarna hijau
c. Larutan berwarna kuning
d. Larutan berwarna merah pudar
e. Larutan berwarna merah jernih
f. Larutan berwarna oren
g. Larutan berwarna oren
h. Larutan berwarna coklat pudar
i. Larutan berwarna oren pudar
j. Larutan berwarna merah
|
Sampel yang telah diekstraksi
ditotolkan ke plat TLC kemudian plat dimasukkan kedalam chamber yang berisi
eluen (n-heksana : etil asetat = 2 ml : 1 ml). Diukur noda yang bergerak
a. Buah naga
b. Bayam
c. Nanas
d. Kembang kertas
e. Semangka
f. Wortel
g. Pepaya
h. Kentang
i. Tomat
j. Kembang sepatu
|
a. Noda bergerak dengan jarak noda 3,9 cm dan jarak
pelarut 4,8 cm
b. Jarak noda 0,3 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
c. Jarak noda 3,8 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
d. Jarak noda 2,5 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
e. Jarak noda 3,7 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
f. Jarak noda 3,9 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
g. Jarak noda 3,8 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
h. Jarak noda 0 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
i. Jarak noda 4,1 cm dan jarak pelarut 4,7 cm
j. Jarak noda 4 cm dan jarak pelarut 4,7 cm
|
8.2 Kromatografi Kolom
No
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Disiapkan
alat kromatografi kolom dan dimasukkan kapas serta ditetesi n-heksane
|
Kapas memadat dalam kolom dan n-heksane
membersihkan kapas yang ketinggalan di kolom.
|
2.
|
Dicampurkan
silika gel dengan larutan n-heksana yang kemudian dimasukkan kedalam kolom
secara terus menerus hingga memadat
|
Silika gel yang dimasukkan kedalam kolom
dipadatkan hingga setengah bagian dari kolom
|
3.
|
Dicawan
petri dimasukkan 1 sudip silika gel dan ditetesi dengan sampel (sambil
diaduk)
|
Sampel menjadi kering dan bercampur antara silika
dan senyawa sampel.
|
4.
|
Dimasukkan
kedalam kolom. Dan di masukkan
|
|
5.
|
Dilakukan
untuk 10 sampel tanaman yang berbeda.
|
Sampel A (buah
naga)
Dilakukan kromatografi
kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan
pelarut n-heksane :etil asetat = 8 : 1. Dimasukkan secara terus menerus dan
perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Diperoleh
bahwa pelarut turun secara perlahan namun sampel tidak turun
|
2.
|
Ditambahkan pelarut kembali yaitu pelarut
n-heksane :etil asetat = 16 : 2. Disiapkan wadah pelarut yang turun. Ditetesi
pelarut perlahan
|
Diperoleh
sampel sedikit turun diikuti pelarut yang habis.
|
3.
|
Ditambahkan
pelarut kembali yaitu pelarut n-heksane :etil asetat = 16 : 2. Disiapkan
wadah pelarut yang turun. Ditetesi pelarut perlahan
|
Diperoleh
sampel turun setengah kolom
|
4.
|
Ditambahkan
pelarut kembali yaitu pelarut n-heksane :etil asetat = 15 : 5. Disiapkan
wadah pelarut yang turun. Ditetesi pelarut perlahan
|
Larutan sampel
sedikit menurun.
Sampel dalam
silika berwarna bening
|
5.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol
|
Diperoleh 5
botol sampel
|
6.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan
perbandingan 3 : 2.
|
Diperoleh
bahwa sampel crude (Sampel asli) bergerak. Namun sampel yang sudah dilakukan
kromatografi kolom tidak bergerak.
|
Sampel B
(Bayam)
Dilakukan kromatografi
kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 5 :
10. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Hasil sampel
turun didasar kolom, diperoleh:
Botol I :
bening
Botol II :
hijau
Botol III :
hijau pudar
Botol IV :
bening
Dimana sampel
yang dikolom pada silika mengering berwarna kuning.
|
2.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.
|
|
3.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan
3 : 2
|
Diperoleh
bahwa tidak ada sampel yang bergerak. Pada botol 1,2 dan 3 pada plat berwarna
kuning.
|
Sampel
C (Nanas)
Dilakukan
kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1.
Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Diperoleh
sampel:
Botol
I : berwarna bening
Botol
II : silika pecah namun nanas turun menjadi keruh.
Botol
III : bening keruh
|
2.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.
|
|
3.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu kloroform : metanol dengan perbandingan
2 : 1.
|
Tidak
bergerak dan tidak berwarna
|
Sampel
D (Bunga Kertas)
Dilakukan
kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan pelarut kloroform. Dimasukkan secara
terus menerus dan perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Diperoleh
hasil :
Botol
I : Bening
Botol
II : Bening berminyak
Botol
III : Agak keruh
BotolIV
: Bening
Botol
V : Bening
Silika sampel berwarna hijau semakin lama semakin
turun dan hilang.
|
2.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.
|
|
3.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu metanol 100 %.
|
Fasa gerak
hanya terjadi pada crude atau sampel asli. Pada plat terdapat warna cream disepanjang
jarak dan dibagian tengahnya berwarna ungu.
|
Sampel E (Semangka)
Dilakukan
kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 2.
Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Sampel
dalam kolom di silika langsung turun. Diperoleh hasil bahwa:
Botol
I : Bening
Botol
II : Kuning Pudar
Botol
III : Bening
|
2.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.
|
|
3.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan
perbandingan 3 : 2
|
Pada plat
terlihat bahwa hanya crude (sampel asli) yang bergerak dengan warna kuning.
Namun pada hasil yang diperoleh pada saat kolom tidak terdapat fasa gerak.
|
Sampel F (Wortel)
Dilakukan
kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 2.
Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Diperolh
hasil bahwa:
Botol
I : sampel udah turun berwarnna bening
Botol
II : Kuning cerah
Botol
III : Bening
|
2.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.
|
|
3.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan
perbandingan 3 : 2
|
Pada crude
terjadi fasa gerak dengan warna kuning. Namun pada hasil kromatografi kolom
pada botol I dan III tidak bergerak namun terdapat warna cream. Sedangkan
pada botol II tidak terjadi apa-apa.
|
Sampel G (Pepaya)
Dilakukan kromatografi
kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 2.
Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Diperoleh:
Botol I :
Bening (Sampel belum turun)
Botol II :
Kuning (Sampel turun)
Botol III :
Bening (Sampel turun)
Botol IV :
Bening
|
2.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.
|
|
3.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan
perbandingan 3 : 2
|
Pada plat
terlihat bahwa crude terjadi fasa gerak berwarna orange.
Botol I :
tidak terjadi apa-apa
Botol II :
tidak bergerak tetapi terdapat warna cream pudar
Botol III :
bergerak dengan warna cream
Botol IV : tidak bergerak tetapi ada warna cream
pudar pada plat
|
Sampel H (Kentang)
Dilakukan kromatografi
kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1.
Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Diperoleh
hasil :
Botol I : bening
( setengah botol)
Botol II :
kuning keruh ( seperdelapan botol)
Botol III :
bening
Botol IV :
bening
|
2.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.
|
|
3.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu kloroform : metanol dengan
perbandingan 2 : 1.
|
Pada plat
terdapat fasa gerak pada crude namun pada sampel hasi kromatografi kolom
tidak terjadi apa-apa.
|
Sampel I (Tomat)
Dilakukan kromatografi
kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 1.
Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Diperoleh
hasil bahwa :
Botol I :
berwarna bening
Botol II :
berwana kemerahan
Botol III :
bening
|
2.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.
|
|
3.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan
perbandingan 3 : 2
|
Pada plat
diperoleh bahwa botol III bergerak dan berwarna bu-abu.
|
Sampel J (Bunga sepatu)
Dilakukan
kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
|
1.
|
Disiapkan
pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 1. Dimasukkan secara terus menerus dan
perlahan
Disiapkan
wadah untuk pelarut yang turun.
|
Diperoleh
hasil :
Botol I :
bening
Botol II :
keruh
Botol III:
keruh pudar
|
2.
|
Dibiarkan
sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.
|
|
3.
|
Dilakukan
TLC
Digaris
kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan,
(ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes.
Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan
perbandingan 3 : 2
|
Pada plat
tidak terjadi fasa gerak tetapi terdapat warna cream.
|
|
|
|
|
VIII.
Pembahasan
Salah satu teknik analisis didalam suatu bidang kimia organik
khususnya yang dipakai dalam memisahkan campuran zat menjadi komponen-komponen
penyusunnya, sehingga dari masing-masing sampel tersebut dapat dianalisis
secara menyeluruh disebut sebagai kromatografi. Kromatografi memiliki
macam-macamnya meliputi, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair,
kromatografi gas, kromatografi penukar ion, kromatografi afinitas, dimana semua
teknik kromatografi tersebut menggunakan prinsip yang sama. Prinsip dasar dari pemisahan kromatografi
yaitu jika suatu komponen penyusun zat terletak pada perbedaan afinitas (gaya
adesi) dari setiap jenis sampel terhadap perbandingan fasa diam dan fasa gerak
sehingga masing-masing zat tersebut mampu terpisah satu sama lain. Dalam menentukan
afinitas analit dipengaruhi oleh daya adsorpsinya terhadap fasa diam dan
kelarutan analit tersebut terhadap penggunaan fasa gerak. Jika makin kuat
adsorpsi suatu analit terhadap fasa diamnya dan pada kelarutannya yang kecil
terhadap pasa gerak maka waktu untuk diam dalam kolomnya lebih lama
dibandingkan dengan analit yang memiliki daya adsorpsinya kecil terhadap fasa
diam tetapi memiliki kelarutannya sangat besar dengan fasa gerak yang
digunakan. (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/)
Pada
percobaan ini kita melakukan percobaan kromatografi lapis tipis dan
kromatografi kolom. Pada percobaan ini kami menggunakan 10 sampel tanaman yang
berbebeda-beda meliputi sampel buah naga, sampel bayam, sampel nanas, sampel
bunga kertas, sampel semangka, sampel wortel, sampel pepaya, sampel tomat dan
sampel bunga sepatu. Sedangkan eluen yang digunakan pada percobaan ini meliputi
metanol, kloroform, etil asetat dan n-heksane. Dari banyaknya sampel dan
banyaknya pelarut yang digunakan maka kita diharapkan mampu membandingkan jarak
pada sampel dan juga jarak pada pelarut tersebut dan hasil yang diperoleh melaui
kromatografi kolom yang kemudian dilakukan kromatografi lapis tipis kembali
untuk mengetahui kuantitas yang terkandung dalam sampel tersebut.
1. Kromatografi Lapis Tipis (TLC)
Kromatografi lapis tipis merupakan suatu
cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui
kuantitas yang terkandung dalam senyawa yang dianalisis. Praktikum kali ini
dilakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan dari sampel dan Dapat mengetahui
teknik-teknik dasar kromatografi lapis tipis, dapat membuat pelat kromatografi
lapis tipis dan dapat memisahkan suatu senyawa dari campurannya dengan
kromatografi lapis tipis.
Pada
percobaan ini, teknik kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat
tipis (alumunium) yang berfungsi sebagai tempat berjalannya adsorben sehingga
proses perpindahan (migrasi) suatu sampel (analit) oleh suatu pelarut (solvent)
yang bisa berjalan. Persiapan plat yang digunakan yaitu dengan memotong plat
tersebut pada ukuran 5 x 3 cm , kemudian dikasih batas bawah dari plat untuk
penotolan sampel sebesar 0,5 cm. Dari 10 sampel yang digunakan yaitu sampel
buah naga, sampel bayam, sampel nanas, sampel bunga kertas, sampel semangka,
sampel wortel, sampel pepaya, sampel tomat dan sampel bunga sepatu diambil
ekstraknya. Dimana tiap-tiap sampel dilakukan ekstraksi menggunakan padat-cair.
Maksudnya sampel padat di tumbuk atau dihaluskan menggunakan porselen dan di
peras dan diambil ekstrak dari masing-masing sampel. Dan setelah diperoleh
sampel murni dan kemudian ditetesi sebanyak 5 tetes metanol pada tiap-tiap
sampel. Persiapan sampel telah selesai. Kemudian dilanjutkan dengan persiapan eluen (pelarut) yaitu metanol, kloroform, etil asetat dan n-heksane.
Dimana kami menggunakan beberapa campuran dari tiap-tiap sampel sesuai dengan
kepolarannya.
Pada percobaan ini diawali dengan
penotolan sampel pada plat TLC. Pada percobaan pertama dengan plat (a) yang
mengandung 4 sampel berbeda yaitu buah naga, bayam, nanas, dan bunga kertas.
Masing-masing sampel ditotol pada garis 0,5 cm dari dasar secara vertikal.
Kemudian plat dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen emudian chamber
ditutup rapat agar eluen tidak menguap karena eluen yang kami gunakan bersifat
mudah menguap. Dimana eluen yang kami gunakan yaitu perbandingan eluen
n-heksane dan Etil asetat yaitu masing-masing 2 : 1. Ditunggu beberapa saat
hingga terlihat pergerakan sampel pada plat. Setelah terjadi pergerakan diambil
plat kemudian disinari dengan sinar UV pada telepon genggam. Dan diberi tanda
menggunakan pensil agar memperjelas jarak yang ditempuh sampel. Hasil yang
didapat bahwa pada plat (a) jarak pelarut sebesar 4,8 cm dan pada senyawa
memiliki vasiasi yang sangat signifikan yaitu pada sampel buah naga jarak senyawa
sebesar 3,9 cm sehingga Rf yang diperoleh sebesar 0,8125. Rf (Retardation
faktor) bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa dengan menghitung dan
membandingkan harga Rf. Kemudian sampel kedua yaitu bayam dimana jarak senyawa
yang ditempuh sangat kecil sebesar 0,3 cm sehingga Rf nya yaitu 0,0625. Sampel
ketiga yaitu nanas memberkan jarak senyawa yang hampir mirip dengan buah naga
yaitu 3,8 cm sehingga Rf nya sebesar 0,7917 dan sampel keempat yaitu bunga
kertas diperoleh jarak senyawa sebesar 2,5 cm dan Rf nya yaitu 0,521. Dari
keempat sampel pada plat (a) memberikan variasi Rf yaitu buah naga, nanas,
bunga kertas dan bayam secara berturut-turut yaitu 0,8125 : 0,7917 : 0,521 :
0,0625.
Percobaan kedua pada plat (b) yaitu dengan
empat sampel berbeda yaitu semangka, wortel, pepaya dan kentang. Dengan
perbandingan eluen tetap 2 : 1 namun dengan komposisi yang berbeda dengan plat
(a) yaitu 1 ml n-heksane dan 0,5 ml etil asetat. Hal yang sama seperti
perlakuan plat (a). Diawali dengan penotolan keempat sampel pada plat dan
dicelupkan pada eluen pada chamber. Dan diamati menggunakan sinar UV dan diukur
pada masing-masing sampel. Hasil yang diperoleh plat (b) yaitu pada jarak pelarut sebesar 4,5 cm dan
jarak masing-masing sampel yaitu pertama semangka dengan jarak senyawa sebesar
3,7 cm maka Rf nya sebesar 0,82. Kedua pada sampel wortel dimana jarak senyawa
sebesar 3,9 cm maka Rf nya 0,87 dan sampel ketiga yaitu pepaya dengan jarak
senyawa sebesar 3,8 cm maka Rf nya menjadi 0,84 dan terakhir pada plat (b)
yaitu sampel kentang yang meberikan jarak senyawa nol atau dikatakan senyawa
tidak memberikan pergerakan pada plat sehingga berbanding lurus dengan tidak
memberikan nilai Rf. Hal ini dapat
disebabkan karena salah perlakuan dari peneliti ataupun senyawa kentang yang
sudah tidak murni lagi. Diperoleh nilai Rf yang relatif sama tidak berbeda pada
ketiga sampel yaitu semangka, wortel dan pepaya tidak halnya pada kentang.
Percobaan selanjutnya pada plat (c) dengan
2 sampel saja yang berbeda yaitu tomat dan kembang sepatu. Dengan eluen yang
digunakan yaitu n-heksane : etil asetat yaitu 3 : 1, dimana 3 ml n-heksane dan
1 ml etil asetat. Hal yang sama seperti perlakuan pada plat (a) dan plat (b).
Maka hasil yang diperoleh pada jarak pelarut sebesar 4,7 cm dan jarak senyawa
pada sampel tomat sebesar 4,1 cm maka harga Rf nya 0,872 dan pada sampel kedua
yaitu kembang sepatu dengan jarak senyawa sebesar 4 cm sehingga harga Rf nya
0,85.
Diperoleh variasi harga Rf (Retardation
faktor) dari 10 sampel tersebut. Hal-hal yang mempengaruhi adalah kandungan
atau kuantitas dari masing-masing sampel dan banyaknya eluen atau perbandingan
eluen dengan masing-masing kepolarannya. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu
kurangnya ketelitian dari peneliti dan kurangnya pemahaman peneliti dalam
melakukan percobaan ini pada komposisi masing-masing eluen yang digunakan.
2. Kromatografi Kolom
Kromatografi
kolom yang kami gunakan yaitu kromatografi cair-padat (KCP) kolom terbuka.
Pemisahan kromatografi kolom berdasarkan pada adsorbsi komponen-komponen
campuran dengan afinitas berbeda-beda terhadap permukaan fase diam. Substrat
padat (adsorben) bertindak sebagai fase diam yang sifatnya tidak larut dalam
fase cair. Fase geraknya berupa cairan (pelarut) yang mengalir akan membawa
komponen campuran sepanjang kolom. Prinsip yang mendasari kromatografi kolom
adsorpsi adalah komponen-komponen dalam zat contoh yang harus diteliti
mempunyai afinitas yang berbeda-beda terhadap adsorben dalam kolom. Apabila
kita mengalirkan cairan atau elutor secara kontinyu melalui kolom yang berisi
za contoh yang telah diadsopsi oleh penyarat kolom, maka elutor merupakan
komponen yang paling lemah terikat pada adsorben. Komponenlain yang akan
dihanyutkan sesuai dengan urutan afinitasnya terhadap adsorben. Pemisahan
bergantung pada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antarmuka diantaranya
butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan relatif komponen
pada fase bergeraknya.
Percobaan
diawali dengan penyiapan kolom dengan memasukkan kapas pada kolom yang
bertujuan untuk menyumbatnya, kemudian ditetesi dengan n-heksane yang bertujuan
untuk membersihkan kapas yang nempel pada dinding kolom tersebut. Pada kolom
terlebih dahulu silika gel sebagai adsorben atau substrat padat yang bertindak
sebagai fase diam yang sifatnya tidak larut dalam fase cair. Sedangkan fase
geraknya yang kami gunakan yaitu n- heksane, dimana n-heksane merupakan cairan
(pelarut) yang akan mengalir dan mebawa komponen campuran sepanjang kolom.
Selanjutnya disiapkan antara adsorben dan cairan (pelarut) pada suatu tempat
kemudian dicampurkan. Kemudian kolom diisikan dengan silika gel dan n-heksane
bertujuan untuk pelarutan dan penjernihan kemudian dimasukkan secara secara perlahan-lahan dan hati-hati serta
terus menerus hingga adsorben berada disetengah kolom hingga padat atau
menjenuhkan kolom. Dengan cara mengetuk datar dan searah pada bagian dinding
hingga tidak ada lagi yang bergerak menetes namun pelarut dalam kolom akn tetap
menetes.
Kemudian,
penyiapan sampel yaitu dengan mencampurkan senyawa murni pada 10 sampel yang
berbeda meliputi meliputi sampel buah
naga, sampel bayam, sampel nanas, sampel bunga kertas, sampel semangka, sampel
wortel, sampel pepaya, sampel tomat dan sampel bunga sepatu. Dilanjutkan dengan
mencampurkan masing-masing sampel pada silika gel, dengan beberapa tetes sampel
saja dan diaduk hingga kering pada cawan petri. Kita hanya menggunakan per
sampel tidak menggabungkan beberapa sampel. Kemudian sampel tersebut dimasukkan
kedalam kolom dan diratatakan sambil ditetesi dengan dengan campuran dua
pelarut tergantung pada sampel dan banyaknya pelarut bergantung pada kepolaran
masing-masing pelarut. Hasil yang diperoleh berbeda-beda pada setiap sampel
dengan masing-masing eluen yang digunakan sebagai berikut:
a. Pada sampel pertama yaitu buah naga dengan
pelarut yang digunakan yaitu n-heksane : etil asetat dengan perbandingan
8:1. Kemudian kolom yang telah terisi
dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel buah naga yang kering dan
tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan. Kemudian pelarut yang keluar
dimasukkan kedalam botol-botol kecil deiperoleh sampel pelarut tetapi sampel
tidak turun. Oleh sebab sampel tidak turun maka dilanjutkan dengan penambahan
pelarut yang sama sebanyak 16:2. Hasilnya sampel turun sedikit, hingga
diperoleh ampel pelarut kembali. Diulangi dengan pelarut dan perbandingan yang sama
diperoleh hasil bahwa sampel turun setengah. Sampel yang tidak turun-turun
dilakukan kembali hal yang sama dengan pelarut tersebut dengan perbandingan
yang berbeda yaitu 15:5. Diperoleh bahwa
sampel sedikit menurun. Diperoleh 5 botol sampel berwarna bening. Setiap botol
dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol kemudian dilanjutkan
dengan kromatografi lapis tipis. Proses
TLC diawali dengan menggaris kertas pada plat TLC 0,5 cm
sebanyak 5 garis. Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude
sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana :
etil asetat dengan perbandingan 3 : 2. Diperoleh pada proses TLC yaitu hanya
crude (sampel asli) yang bergerak. Sedangkan sampel asil kromatografi kolom
tidak.
b. Pada
sampel kedua yaitu bayam diawali dengan menyiapkan pelarut n-heksane : etil
asetat = 5 : 10. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat
ditambahkan sampel bayam yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara
perlahan. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan pada
kolom. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh bahwa hasil sampel
turun didasar kolom, diperoleh: Botol I : bening, Botol II : hijau, Botol III :
hijau pudar, Botol IV : bening. Dimana sampel yang dikolom pada silika
mengering berwarna kuning. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol
kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Kemudian
dilakuakn TLC seperti prosedur yang sama diperoleh bahwa tidak ada sampel yang bergerak.
Namun pada botol 1,2 dan 3 pada plat berwarna kuning.
c. Pada
sampel ketiga yaitu nanas. Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Kemudian kolom yang telah terisi dengan
silika gel yang memadat ditambahkan sampel nanas yang kering dan tetesi dengan
pelarut tersebut secara perlahan. Dimasukkan secara terus
menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh
sampel: Botol I : berwarna bening, Botol II : silika pecah namun sampel nanas
turun menjadi keruh dan Botol III : bening keruh. Setiap botol dibiarkan menguap dan
kemudian ditetesi dengan metanol kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis
tipis. Kemudian
dilakuakn TLC dimasukkan kedalam eluen yaitu kloroform : metanol dengan
perbandingan 2 : 1. seperti prosedur yang sama diperoleh bahwa tidak bergerak
dan tidak berwarna.
d. Pada
sampel keempat yaitu bunga kertas. Disiapkan pelarut kloroform. Kemudian kolom yang telah terisi dengan
silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi
dengan pelarut tersebut secara perlahan. Dimasukkan secara terus
menerus dan perlahan Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh hasil
: Botol I : Bening, Botol II : Bening berminyak, Botol III : Agak keruh, Botol
IV : Bening, dan Botol V : Bening. Silika
sampel berwarna hijau semakin pudar. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi
dengan metanol kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Hasilnya, fasa
gerak hanya terjadi pada crude atau sampel asli. Pada plat terdapat warna cream
disepanjang jarak dan dibagian tengahnya berwarna ungu.
e. Pada
sampel keenam yaitu semangka. Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 :
2. Kemudian kolom yang telah terisi dengan
silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi dengan
pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara
terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Sampel
dalam kolom di silika langsung turun. Diperoleh hasil bahwa: Botol I : Bening,
Botol II : Kuning Pudar dan Botol III : Bening. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi
dengan metanol kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Hasilnya, Pada
plat terlihat bahwa hanya crude (sampel asli) yang bergerak dengan warna
kuning. Namun pada hasil yang diperoleh pada saat kolom tidak terdapat fasa
gerak.
f. Pada
sampel selanjutnya yaitu wortel. Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3
: 2. Kemudian kolom yang telah terisi dengan
silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi
dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara
terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperolh
hasil bahwa: Botol I : sampel udah turun berwarnna bening, Botol II : Kuning
cerah, dan Botol III : Bening. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol.
kemudian dilanjutkan dengan kromatografi
lapis tipis. Pada crude terjadi fasa gerak dengan warna kuning.
Namun pada hasil kromatografi kolom pada botol I dan III tidak bergerak namun
terdapat warna cream. Sedangkan pada botol II tidak terjadi apa-apa.
g. Pada
sampel selanjutnya yaitu pepaya. Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3
: 2. Kemudian kolom yang telah terisi dengan
silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi
dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara
terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Diperoleh: Botol I : Bening (Sampel belum turun), Botol II : Kuning (Sampel
turun), Botol III : Bening (Sampel turun) dan Botol IV : Bening Setiap botol dibiarkan menguap dan
kemudian ditetesi dengan metanol. kemudian dilanjutkan dengan kromatografi
lapis tipis. Hasilnya, pada plat terlihat bahwa crude terjadi
fasa gerak berwarna orange. Botol I : tidak terjadi apa-apa, Botol II : tidak
bergerak tetapi terdapat warna cream pudar, Botol III : bergerak dengan warna
cream dan Botol IV : tidak bergerak
tetapi ada warna cream pudar pada plat.
h. Pada
sampel selanjutnya kentang. Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Kemudian kolom yang telah terisi dengan
silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi
dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara
terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh
hasil : Botol I : bening ( setengah botol), Botol II : kuning keruh (
seperdelapan botol), Botol III : bening dan Botol IV : bening Setiap botol dibiarkan menguap dan
kemudian ditetesi dengan metanol. kemudian dilanjutkan dengan kromatografi
lapis tipis. Hasilnya pada plat terdapat fasa gerak pada crude
namun pada sampel hasi kromatografi kolom tidak terjadi apa-apa.
i.
Pada sampel
selanjutnya tomat. Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Kemudian kolom yang telah terisi dengan
silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi
dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara
terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh
hasil bahwa : Botol I : berwarna bening, Botol II : berwana kemerahan dan Botol
III : bening. Setiap
botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol.
kemudian dilanjutkan dengan kromatografi
lapis tipis. Hasilnya pada plat diperoleh bahwa botol III
bergerak dan berwarna bu-abu.
j.
Pada sampel
selanjutnya yaitu bunga sepatu. Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Kemudian kolom yang telah terisi dengan
silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi
dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara
terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh
hasil : Botol I : bening, Botol II : keruh dan Botol III: keruh pudar. Setiap botol dibiarkan menguap dan
kemudian ditetesi dengan metanol. kemudian dilanjutkan dengan kromatografi
lapis tipis. Hasilnya pada plat tidak terjadi fasa gerak
tetapi terdapat warna cream.
Dari
beberapa sampel diatas dapat terlihat bahwa perbedaan
laju turun dari masing-masing sampel dalam kolom dan beberapa percobaan
berdasarkan pemisahan dengan kromatografi kolom didasarkan kekuatan adsorpsi
atau daya serap dari koefisien partisi antara fasa gerak dan fasa diam. Pengaruh
lain disebabkan oleh fasa gerak yang digunakan dalam proses tersebut
berdasarkan kepolarannya.
IX. Pertanyaan Pasca Praktikum
- Apa
faktor yang mempengaruhi perbedaan Harga Rf dari kromatografi lapis tipis ?
- Mengapa
kita menggunakan silika gel dalam kromatografi kolom dan apa kegunaannya?
- Silika
gel yang telah memadat pada kolom jika kita tidak hati-hati terjadi perpisahan
atau dikatan kalau silika gel pecah. Mengapa tidak boleh ada gelembung udara
dalam timbunan silika gel didalam kolom ?
X. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:
-
Pada
kromatografi lapis tipis (TLC, Thin Layer Chromatography), bahan penjerap yang
dilekatkan tersebar pada plat kaca, alumina ataupun platik. Metodi ini banyak
memiliki kelebihan daripada metode kromatografi lainya yaitu dipandang dari
proses pengerjaannya yang lebih cepat, kebutuhan bahan dapat disesuaikan dengan
keperluan dan pemisahannya baik. Penerapan TLC diawali dengan melapisi plat
dengan suspensi bahan penjerap. Plat selanjutnya dikeringkan ddidalam oven.
Larutan sampel dalam pelarut yang mudah menguap yang disiapkan dan ditotolkan
diatas pelat dengan konsentrasi yang tepat. Bila totolan telah kerng, pelat
dimasukkna kedalam bejana yang berisi larutan pengembang. Pemisahan akan
terjadi dalam bejana ini dan senyawa yang terpisah akan bergerak lurus keatas
seperti noda-noda. Kedudukan awal dan akhir ditandai. Sedangkan kromatografi
kolom merupakan teknik yang digunakan untuk pemisahan skala preparatif, dari
beberapa miligram sampai puluhan gram. Pemisahan yang dilakukan menggunakan
kolom kaca yang berisikan bahan penjerap. Campuran yang dipisahkan dimasukkan
kembali dibagian atas timbunan penjerap, dimana campuran ini semua akan
terjerap. Fase gerak yang dinamakan eluen, dialirkan terus menerus melalui bahan
penjerap. Setiap zat dalam campuran terbawa turun dengan kecepatan yang tidak
sama bergantung pada afinitasnya terhadap penjerap.
- Penerapan
TLC diawali dengan melapisi plat dengan suspensi bahan penjerap. Plat
selanjutnya dikeringkan ddidalam oven. Sedangkan pada pemisahan kromatografi
kolom dilakukan menggunakan kolom kaca yang berisikan bahan penjerap. Campuran
yang dipisahkan dimasukkan kembali dibagian atas timbunan penjerap, dimana
campuran ini semua akan terjerap. Fase gerak yang dinamakan eluen, dialirkan
terus menerus melalui bahan penjerap. Setiap zat dalam campuran terbawa turun
dengan kecepatan yang tidak sama bergantung pada afinitasnya terhadap penjerap.
Penjerap yang digunakan yaitu silika gel yng dilarutkan dalam n-Hexane.
- Pemisahan
TLC akan terjadi dalam bejana ini dan senyawa yang terpisah akan bergerak lurus
keatas seperti noda-noda. Kedudukan awal dan akhir ditandai. Identifikasi
senyawa dapat dilakukakan dengan menghitung dan membandingkan nilai Rf
(Retardation Faktor). Untuk mendapatkan ketelitiannya maka diperlukan zat
autentik dan dikembangkan sekaligus.
Sedangkan pada Campuran
yang dipisahkan dimasukkan kembali dibagian atas timbunan penjerap, dimana
campuran ini semua akan terjerap. Fase gerak yang dinamakan eluen, dialirkan
terus menerus melalui bahan penjerap. Setiap zat dalam campuran terbawa turun
dengan kecepatan yang tidak sama bergantung pada afinitasnya terhadap penjerap.
Umumnya, zat yang terpisah akan membentuk pita-pita yang perlahan-lahan
menuruni kolom dan akhirnya ditampung kedalam sejumlah tabung. Laju gerakan
pita dapat diatur dengan mengataur komposisi dari eluen. Fraksi dalam setiap
tabung dapat dilihat dengan TLC taua teknik lain yang dalam mengetahui jenis
dan kuantitas zat yang ada. Fraksi dengan zat yang sama di campurkan, lalu
pelarutnya akan memisah dengan cara menghilang dan akhirnya zat diperoleh murni.
- Pemisahan
dengan cara kromatografi kolom dapat digunakan dalam memisahkan pigmen tumbuhan
diawali dengan ekstrak tanaman tersebut menggunakan pelarut yang sesuai. Pemisahan
dengan kromatografi kolom yang bertindak
sebagai fase diam meliputi silika gel dan fase geraknya seperti, metanol,
kloroform dan etil asetat. Pemisahan dengan
kromatografi kolom didasarkan pada perbedaan laju turun dari masing-masing
komponen dalam kolom, yang ditentukan oleh kekuatan adsorpsi atau daya serap
dari koefisien partisi antara fasa gerak dan fasa diam.
XI. Daftar Pustaka
Fatimah. 2014. Identifikasi asam mafenamat dalam jamu rematik yang beredar
didistik heram kota jayapura papua. Jurnal Pharmacy Vol.13 (01)
Indriyani. 2015. Pengembangan dan validasimetode
kromatografi lapis tipis –Densometri untuk
analisis pewarna merah sistetik pada beberapa merek saus sambel sachet. Jurnal
Sains Farmasi Vol.2 No.1.
Suhaimi. 2012. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Tim Kimia Organik. 2016. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Jambi :
Universitas Jambi
XII. Lampiran Gambar