Senin, 06 Mei 2019

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 1 “KEISOMERAN GEOMETRI”


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 1
KEISOMERAN GEOMETRI





DISUSUN OLEH:
PUTRI AYU INDAH LESTARI  (A1C117005)



DOSEN PENGAMPU :
Dr. Drs. SYAMSURIZAL, M.Si



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019


VII. Data Pengamatan
No
Pengamatan
Hasil Pengamatan
1.       
Dihaluskan apel, Diekstrak buah beberapa buah apel dimasukan kedalam labu Erlenmeyer
Didapatkan ekstrak apel berwarna coklat. Diambil 20 ml ekstrak apel
2.       
Ditambahkan dengan larutan 15 ml HCl pekat
Warna berubah menjadi warna coklat-kecoklatan
3.       
Kemudian larutan tersebut direfluks dengan alat refluks yang sudah disiapakan selama 10 menit dan ditambahkan batu didih
Warna mulai berubah menjadi warna coklat pekat pada menit ke 3 menit
4.       
Dihentikan refluks dan disaring 2x larutan yang telah direfluk
Didapakan endapan warna hitam dan warna tetap warna coklat pekat bau seperti caramel
5.       
Dijenuhkan didalam es selama beberapa menit
Tidak didapatkan kristal

VIII. Pembahasan
   Senyawa organik memiliki satu atau lebih gugus fungsi yang terikat pada atom karbon baik berikatan tunggal atau pun ikatan rangkap. Gugus atau suatu atom yang terikat pada suatu ikatan tunggal membentuk C-C akan bebas berotasi sepanjang ikatan tersebu hingga tak mampu dibedakan berdasarkan orientasi bidang ruang gugus fungsinya ataupun sebaliknya jika suatu gugus atau atom yang berikatan dengan senyawa organik dan membentuk ikatan rangkap atau membentuk rantai sikliknya pada rantai atom karbonnya sehingga pada gugus atau atom tersebut tidak dapat berotasi secara bebas. Oleh karena itu dapat diidentifikasi pada orientasi ruang gugus atau atomnya yang disebut sebagai isomer geometri. Selain itu isomer geometri juga dapat ditemukan pada senyawa organik rantai siklik contohnya cincin karbon sikloalkana terbentuk bidang pseudeo yang digunakan dalam menetapkan orientasi relatif atom atau gugus yang terikat pada cincin (stereokimia) tersebut. Keadaan orientasi atom atau gugus meliputi bagian atas dan bawah, dimana bagian atas berada pada sisi cincin dan selebihnya atau sisi lain disebut bawah. Pendapat para ahli mengenai orientasi itu berbentuk ikatan baji yang menunjukkan gugus/atom yang terletak diatas bidang rata-rata cincin (atas) dan  garis tetas untuk ikatan pada atom atau molekul akan terletak pada bagian bawah cincin (bawah). Suatu keisomeran geometri dengan orientasi tertentu mampu diubah pada orientasinya. Contohnya pada asam maleat atau cis-asam butenadiot yang memiliki dya gugus karboksilat umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asam fumarat atau trans-asam butena dioat. Suatu isomerisasi ini mampu dikatalis oleh berbagai pereaksi, seperti asam sulfat, asam klorida, asam mineral dan tiourea dengan pemanasan yang baik.
            Pada percobaan ini mengenai keisomeran geometri kita melakukan pengubahan suatu asam maleat menjadi asam fumarat. Dalam hal ini senyawa yang memiliki isomer cis yautu asam maleat sedangkan senyawa yang memiliki isomer trans yaitu asam fumarat yang merupakan produk yang akan dihasilkan. Asam maleat dan asam fumarat memiliki rumus molekul yang sama yaitu, HOOCCHHCHCOOH tetapi memiliki susunan yang berbeda dalam ruang. Prinsip dari percobaan ini yaitu suatu reaksi adisi-eliminasi, yaitu reaksi pemutusan ikatan phi dengan terjadinya proses reaksi adisi dan kemudian membentuk kembali dengan membentuk suatu reaksi eliminasi. Dari percobaan ini, metode yang digunakan yaitu metode refluks yaitu suatu proses pendidihan atau pendestilasian suatu senyawa dengan kolom fraksionasi sehingga uap akan terbentuk dari poses terkondensasi dan mengalir kebawah sehingga terjadinya proses alir balik cairan dan proses ini berlaku secara kontinyu atau terus-menerus. Selain itu, kita juga menggunakan metode kristalisasi yaitu suatu pemisahan endapan dari larutan berdasarkan perbedaan kelarutan antar senyawa. Serta menggunakan metoe reksristalisasi atau pemurnian kristal dari larutan pengotor.
Percobaan diawali dengan membuat asam maleat terlebih dahulu, disini kami menggunakan apel dalam sampel yang mengandung asam maleat. Apel awalnya dihaluskan dengan proses pemarutan sehingga diperoleh ekstrak dari apel tersebut setelah proses penyaringan.  Diambil ekstrak apel sebanyak 20 ml dan dimasukkan dalam labu dasar bulat dan kemudian dilarutkan dengan 15 ml HCl dan sebelum direfluk dimasukkan dengan batu didih agar suhu akan tetap stabil dan meminimalisir dari proses pergolakan pada saat pemanasan. Filtrat yang diperoleh sebelumnya kan ditambahkan dengan HCl pekat. Proses ini lah yang merupakan proses perubahan asam maleat menjadi asam fumarat. Penambahan HCl berfungsi sebagai katalis yang digunakan untuk memprotonasi salah satu gugus karbonil sehingga ikatan rangkap pada atom karbon dapat beresonansi dan terjadi rotasi pada ikatan tunggal, selanjutnya ikatan rangkap beresonansi kembali. Ion H+ dihasilkan lagi dari reaksi pada tahap keempat. Hasil yang diperoleh ketika ekstrak apel dicampurkan dengan HCl yaitu terdapat warna larutan yang kecoklatan. Kemudian dilanjutkan dengan proses refluks pada suhu 75 °C dan labu bulat dasar yang berisi filtrat ditutup dengan aluminium foil. Fungsi refluks adalah untuk membantu  proses pemanasan pada asam fumarat, sehingga panas yang dihasilkan dapat berlangsung secara kontinu dan merata. Sedangkan penutupan erlenmeyer dengan aluminium foil berfungsi agar uap tidak keluar ke udara. Proses pemanasan dihentikan apabila kristal terbentuk semua dan sempurna dan tidak ada lagi larutan di dalamnya. dan diperoleh bahwa larutan semakin lama semakin  pekat warna yang didapatkan. Setelah 10 menit proses refluks dilanjutkan dengan penyaringan agar di peroleh senyawa yang bebas pengotor dan memungkinkan untuk mendapatkan senyawa murni. Penyaringan dilakukan menggunakan corong pemisah dan kertas saring. Pada saat penyaringan dilakukan pengulangan 2 kali agar diperoeh senyawa yang efektif. Pada penyaringan pertama diperoleh endapan hitam yang terpisah dan penyaringan kedua diperoleh senyawa yang berwarna coklat. Kemudian filtrat dijenuhkan terlebuh dahulu sebelum dilakukan proses kristalisasi dan reksristalisai. Setelah dilakukan refluks maka mulai terbentuk endapan kristal dari asam fumarat dengan larutan panas. Kemudian larutan didinginkan pada suhu kamar tapi jangan sampai suhu turun konstan dan direkristalisasi dengan air. Pada tahap rekristalisasi digunakan air sebagai  pelarut yang sesuai karena asam fumarat termasuk senyawa yang polar sehingga akan larut dalam pelarut yang polar pula (like dissolve like). Senyawa yang diperoleh diidentifikasi dengan suatu senyawa fumarat yang diperoleh bahwa larutan berbau seperti caramel. Namun pada saat akan dilanujutkan percobaan terdapat suatu kekeliruan dimana tidak didapat kristal yang terbentuk. Hal itu dapat disebabkan karena asam maleat pada apel hanya sedikit didalamnya dan terdapat senyawa lain yang mengganggu proses tersebut. Faktor lain yaitu pada saat akan dikristalisasi terjadi penurunan suhu yang sangat drastis pada saat penyaringan. Sehingga tidak dapat dilanjutka proses rekristalisasi. Kristal asam maleat yang tidak terbentuk sehingga tidak dapat ditentukan titik lelehnya dengan menggunakan alat penentuan titik leleh. Titik leleh asam maleat secara literatur yang leleh pada suhu 130˚C. Sedangkan titik leleh asam fumarat secara literatur yang leleh pada suhu 287˚C. Titik leleh asam maleat yang lebih rendah dari pada asam fumarat terlihat jelas karena pada asam maleat nilai yang rendah, hal ini menandakan adanya perbedaan sifat fisik antara senyawa berisomer cis dan trans. Senyawa berisomer Cis memiliki titik leleh lebih kecil karena adanya tolakan antara dua gugus karboksilat yang bersebelahan mengakibatkan senyawa ini kurang stabil. Sedangkan senyawa yang berisomer trans memiliki tolakan yang lebih kecil sehingga senyawanya relative stabil. Dengan demikian titik leleh asam fumarat lebih tinggi dari pada asam maleat. Mekanisme pengubahan asam maleat berubah menjadi asam fumarat yaitu:



IX. Pertanyaan Pasca Praktikum
  1. Bagaimana peranan penambahan HCl pekat pada filtrat yang digunakan?
  2. Dari percobaan yang telah dilakukan, apa yang kalian ketahui mengenai isomer geometri dan apa perbedaan masing-masing senyawa yang diamati?
  3. Apa fungsi dari dilakukannnya proses refluks? 
X. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa:
  1. Isomer geometri adalah isomer yang disebabkan oleh perbedaan letak atau gugus didalam ruangan. Isomer geometri sering juga disebut dengan isomer cis-trans. Isomer ini tidak terdapat pada kompleks dengan struktur linear, trigonal planar, atau tetrahedral, tetapi umumnya terdapat pada kompleks planar segiempat dan ocktahedral. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah reaksi adisi-eliminasi, yaitu memutuskan ikatan phi dengan reaksi adisi kemudian membentuk kembali dengan menggunakan reaksi eliminasi.
  2. Perbedaan konfigurasi cis dan trans secara kimia dn fisika dapat kita ketahui. Sebagai contoh dalam percobaan ini senyawa yang berisomer cis dan trans adalah asam maleat dan asam fumarat. Molkeul dimana dua atom yang sama berada disisi yang sama dari ikatan rangkap dikenal sebagai senyawa cis sedangkan molekul dengan dua atom yang sama disisi berlawanan dari ikatan rangkap dikenal sebagai isomer trans, isomer cis bersifat polar sedangkan isomer trans relatif non-polar. Kemudian Senyawa cis memiliki titik leleh yang lebih besar karena adanya tolakan antara dua gugus karboksilat yang bersebelahan mengakibatkan senyawa ini kurang stabil. Kekuatan-kekuatan ekstra antar molekul pada isomer cis memberikan titik didih lebih tinggi. Sedangkan senyawa yang berisomer trans memiliki tolakan yang lebih kecil sehingga senyawanya relatif stabil dibandingkan senyawa cis. Isomer trans akan memiliki titik didih lebih rendah karena meskipun ada pemisahan muatan, molekul keseluruhan menjadi non-polar. Tapi isomer trans memiliki titik lebur yang lebih tinggi. Isomer trans memiliki bentuk lurus dan mereka dikemas dengan baik. Jadi energi yang lebih tinggi diperlukan untuk mencairkan molekul yang memberikan titik lebur yang lebih tinggi. 
XI. Daftar Pustaka
Day, R.A, dan Underwood. 1987. Analisi Kimia Kualitatif. Jakarta: Erlangga
Fessenden. 1997. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Mulyono. Kimia Organik. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim Kimia Organik. 2016. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Jambi : Universitas Jambi

XII. Lampiran Gambar
Gambar 1 . Penyaringan ekstrak apel setelah direfluks 
Gambar 2 . Pengulangan penyaringan
   
Gambar 3. Hasil asam maleat setelah direfluks dan disaring
Gambar 4. Proses Refluks


Gambar 5. Hasil setelah proses refluks



LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 1 “KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM”

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 1
“KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM”



 

DISUSUN OLEH:
PUTRI AYU INDAH LESTARI  (A1C117005)



DOSEN PENGAMPU :
Dr. Drs. SYAMSURIZAL, M.Si



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

 
VII.   Data Pengamatan
          7.1 Kromatografi Lapis Tipis             
Perlakuan
Pengamatan
Disiapkan plat TLC

Sampel yang akan diuji diekstraki dengan metanol:
a.    Buah naga
b.   Bayam
c.    Nanas
d.   Kembang kertas
e.    Semangka
f.     Wortel
g.    Pepaya
h.   Kentang
i.      Tomat
j.     Kembang sepatu
Hasil dari ekstraksi sampel dengan metanol yaitu:
a.    Larutan berwarna merah keunguan
b.    Larutan berwarna hijau
c.    Larutan berwarna kuning
d.   Larutan berwarna merah pudar
e.    Larutan berwarna merah jernih
f.     Larutan berwarna oren
g.    Larutan berwarna oren
h.    Larutan berwarna coklat pudar
i.      Larutan berwarna oren pudar
j.      Larutan berwarna merah
Sampel yang telah diekstraksi ditotolkan ke plat TLC kemudian plat dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen (n-heksana : etil asetat = 2 ml : 1 ml). Diukur noda yang bergerak
a.    Buah naga
b.   Bayam
c.    Nanas
d.   Kembang kertas
e.    Semangka
f.     Wortel
g.    Pepaya
h.   Kentang
i.      Tomat
j.     Kembang sepatu
a.    Noda bergerak dengan jarak noda 3,9 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
b.    Jarak noda 0,3 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
c.    Jarak noda 3,8 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
d.   Jarak noda 2,5 cm dan jarak pelarut 4,8 cm
e.    Jarak noda 3,7 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
f.     Jarak noda 3,9 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
g.    Jarak noda 3,8 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
h.    Jarak noda 0 cm dan jarak pelarut 4,5 cm
i.      Jarak noda 4,1 cm dan jarak pelarut 4,7 cm
j.      Jarak noda 4 cm dan jarak pelarut 4,7 cm

8.2 Kromatografi Kolom
No
Perlakuan
Pengamatan
1.       
Disiapkan alat kromatografi kolom dan dimasukkan kapas serta ditetesi n-heksane
Kapas memadat dalam kolom dan n-heksane membersihkan kapas yang ketinggalan di kolom.
2.       
Dicampurkan silika gel dengan larutan n-heksana yang kemudian dimasukkan kedalam kolom secara terus menerus hingga memadat
Silika gel yang dimasukkan kedalam kolom dipadatkan hingga setengah bagian dari kolom
3.       
Dicawan petri dimasukkan 1 sudip silika gel dan ditetesi dengan sampel (sambil diaduk)
Sampel menjadi kering dan bercampur antara silika dan senyawa sampel.
4.       
Dimasukkan kedalam kolom. Dan di masukkan

5.       
Dilakukan untuk 10 sampel tanaman yang berbeda.
Sampel A (buah naga)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas

         1.       
Disiapkan pelarut n-heksane :etil asetat = 8 : 1. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Diperoleh bahwa pelarut turun secara perlahan namun sampel tidak turun
         2.       
Ditambahkan pelarut kembali yaitu pelarut n-heksane :etil asetat = 16 : 2. Disiapkan wadah pelarut yang turun. Ditetesi pelarut perlahan
Diperoleh sampel sedikit turun diikuti pelarut yang habis.
         3.       
Ditambahkan pelarut kembali yaitu pelarut n-heksane :etil asetat = 16 : 2. Disiapkan wadah pelarut yang turun. Ditetesi pelarut perlahan
Diperoleh sampel turun setengah kolom
        4.       
Ditambahkan pelarut kembali yaitu pelarut n-heksane :etil asetat = 15 : 5. Disiapkan wadah pelarut yang turun. Ditetesi pelarut perlahan
Larutan sampel sedikit menurun.
Sampel dalam silika berwarna bening
        5.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol
Diperoleh 5 botol sampel
        6.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2.
Diperoleh bahwa sampel crude (Sampel asli) bergerak. Namun sampel yang sudah dilakukan kromatografi kolom tidak bergerak.
Sampel B (Bayam)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
1.       
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 5 : 10. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Hasil sampel turun didasar kolom, diperoleh:
Botol I : bening
Botol II : hijau
Botol III : hijau pudar
Botol IV : bening
Dimana sampel yang dikolom pada silika mengering berwarna kuning.
2.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.

3.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2
Diperoleh bahwa tidak ada sampel yang bergerak. Pada botol 1,2 dan 3 pada plat berwarna kuning.
Sampel C (Nanas)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
        1.       
Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Diperoleh sampel:
Botol I : berwarna bening
Botol II : silika pecah namun nanas turun menjadi keruh.
Botol III : bening keruh
        2.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.

        3.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu kloroform : metanol dengan perbandingan 2 : 1.
Tidak bergerak dan tidak berwarna
Sampel D (Bunga Kertas)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
        1.       
Disiapkan pelarut kloroform. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Diperoleh hasil :
Botol I : Bening
Botol II : Bening berminyak
Botol III : Agak keruh
BotolIV : Bening
Botol V : Bening
Silika  sampel berwarna hijau semakin lama semakin turun dan hilang.
        2.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.

        3.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu metanol 100 %.
Fasa gerak hanya terjadi pada crude atau sampel asli. Pada plat terdapat warna cream disepanjang jarak dan dibagian tengahnya berwarna ungu.
Sampel E (Semangka)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
        1.       
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 2. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Sampel dalam kolom di silika langsung turun. Diperoleh hasil bahwa:
Botol I : Bening
Botol II : Kuning Pudar
Botol III : Bening
        2.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.

        3.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2
Pada plat terlihat bahwa hanya crude (sampel asli) yang bergerak dengan warna kuning. Namun pada hasil yang diperoleh pada saat kolom tidak terdapat fasa gerak.
Sampel F (Wortel)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
        1.       
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 2. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Diperolh hasil bahwa:
Botol I : sampel udah turun berwarnna bening
Botol II : Kuning cerah
Botol III : Bening
        2.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.

        3.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2
Pada crude terjadi fasa gerak dengan warna kuning. Namun pada hasil kromatografi kolom pada botol I dan III tidak bergerak namun terdapat warna cream. Sedangkan pada botol II tidak terjadi apa-apa.
Sampel G (Pepaya)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
        1.       
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 2. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Diperoleh:
Botol I : Bening (Sampel belum turun)
Botol II : Kuning (Sampel turun)
Botol III : Bening (Sampel turun)
Botol IV : Bening
        2.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.

        3.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2
Pada plat terlihat bahwa crude terjadi fasa gerak berwarna orange.
Botol I : tidak terjadi apa-apa
Botol II : tidak bergerak tetapi terdapat warna cream pudar
Botol III : bergerak dengan warna cream
Botol  IV : tidak bergerak tetapi ada warna cream pudar pada plat
Sampel H (Kentang)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
        1.       
Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Diperoleh hasil :
Botol I : bening ( setengah botol)
Botol II : kuning keruh ( seperdelapan botol)
Botol III : bening
Botol IV : bening
        2.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.

        3.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu kloroform : metanol dengan perbandingan 2 : 1.
Pada plat terdapat fasa gerak pada crude namun pada sampel hasi kromatografi kolom tidak terjadi apa-apa.
Sampel I (Tomat)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
        1.       
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 1. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Diperoleh hasil bahwa :
Botol I : berwarna bening
Botol II : berwana kemerahan
Botol III : bening
        2.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.

        3.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2
Pada plat diperoleh bahwa botol III bergerak dan berwarna bu-abu.
Sampel J (Bunga sepatu)
Dilakukan kromatografi kolom seperti perlakuan diatas
        1.       
Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 1. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan
Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun.
Diperoleh hasil :
Botol I : bening
Botol II : keruh
Botol III: keruh pudar
        2.       
Dibiarkan sampel menguap dalam botol. Kemudian di berikan 1 tetes metanol.

        3.       
Dilakukan TLC
Digaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis
Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2
Pada plat tidak terjadi fasa gerak tetapi terdapat warna cream.





VIII. Pembahasan
             Salah satu teknik analisis didalam suatu bidang kimia organik khususnya yang dipakai dalam memisahkan campuran zat menjadi komponen-komponen penyusunnya, sehingga dari masing-masing sampel tersebut dapat dianalisis secara menyeluruh disebut sebagai kromatografi. Kromatografi memiliki macam-macamnya meliputi, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair, kromatografi gas, kromatografi penukar ion, kromatografi afinitas, dimana semua teknik kromatografi tersebut menggunakan prinsip yang sama. Prinsip dasar dari pemisahan kromatografi yaitu jika suatu komponen penyusun zat terletak pada perbedaan afinitas (gaya adesi) dari setiap jenis sampel terhadap perbandingan fasa diam dan fasa gerak sehingga masing-masing zat tersebut mampu terpisah satu sama lain. Dalam menentukan afinitas analit dipengaruhi oleh daya adsorpsinya terhadap fasa diam dan kelarutan analit tersebut terhadap penggunaan fasa gerak. Jika makin kuat adsorpsi suatu analit terhadap fasa diamnya dan pada kelarutannya yang kecil terhadap pasa gerak maka waktu untuk diam dalam kolomnya lebih lama dibandingkan dengan analit yang memiliki daya adsorpsinya kecil terhadap fasa diam tetapi memiliki kelarutannya sangat besar dengan fasa gerak yang digunakan. (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/)
            Pada percobaan ini kita melakukan percobaan kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom. Pada percobaan ini kami menggunakan 10 sampel tanaman yang berbebeda-beda meliputi sampel buah naga, sampel bayam, sampel nanas, sampel bunga kertas, sampel semangka, sampel wortel, sampel pepaya, sampel tomat dan sampel bunga sepatu. Sedangkan eluen yang digunakan pada percobaan ini meliputi metanol, kloroform, etil asetat dan n-heksane. Dari banyaknya sampel dan banyaknya pelarut yang digunakan maka kita diharapkan mampu membandingkan jarak pada sampel dan juga jarak pada pelarut tersebut dan hasil yang diperoleh melaui kromatografi kolom yang kemudian dilakukan kromatografi lapis tipis kembali untuk mengetahui kuantitas yang terkandung dalam sampel tersebut.
1.      Kromatografi Lapis Tipis (TLC)
      Kromatografi lapis tipis merupakan suatu cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitas yang terkandung dalam senyawa yang dianalisis. Praktikum kali ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan dari sampel dan Dapat mengetahui teknik-teknik dasar kromatografi lapis tipis, dapat membuat pelat kromatografi lapis tipis dan dapat memisahkan suatu senyawa dari campurannya dengan kromatografi lapis tipis.
       Pada percobaan ini, teknik kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat tipis (alumunium) yang berfungsi sebagai tempat berjalannya adsorben sehingga proses perpindahan (migrasi) suatu sampel (analit) oleh suatu pelarut (solvent) yang bisa berjalan. Persiapan plat yang digunakan yaitu dengan memotong plat tersebut pada ukuran 5 x 3 cm , kemudian dikasih batas bawah dari plat untuk penotolan sampel sebesar 0,5 cm. Dari 10 sampel yang digunakan yaitu sampel buah naga, sampel bayam, sampel nanas, sampel bunga kertas, sampel semangka, sampel wortel, sampel pepaya, sampel tomat dan sampel bunga sepatu diambil ekstraknya. Dimana tiap-tiap sampel dilakukan ekstraksi menggunakan padat-cair. Maksudnya sampel padat di tumbuk atau dihaluskan menggunakan porselen dan di peras dan diambil ekstrak dari masing-masing sampel. Dan setelah diperoleh sampel murni dan kemudian ditetesi sebanyak 5 tetes metanol pada tiap-tiap sampel. Persiapan sampel telah selesai. Kemudian dilanjutkan dengan  persiapan eluen (pelarut) yaitu  metanol, kloroform, etil asetat dan n-heksane. Dimana kami menggunakan beberapa campuran dari tiap-tiap sampel sesuai dengan kepolarannya.
      Pada percobaan ini diawali dengan penotolan sampel pada plat TLC. Pada percobaan pertama dengan plat (a) yang mengandung 4 sampel berbeda yaitu buah naga, bayam, nanas, dan bunga kertas. Masing-masing sampel ditotol pada garis 0,5 cm dari dasar secara vertikal. Kemudian plat dimasukkan kedalam chamber yang berisi eluen emudian chamber ditutup rapat agar eluen tidak menguap karena eluen yang kami gunakan bersifat mudah menguap. Dimana eluen yang kami gunakan yaitu perbandingan eluen n-heksane dan Etil asetat yaitu masing-masing 2 : 1. Ditunggu beberapa saat hingga terlihat pergerakan sampel pada plat. Setelah terjadi pergerakan diambil plat kemudian disinari dengan sinar UV pada telepon genggam. Dan diberi tanda menggunakan pensil agar memperjelas jarak yang ditempuh sampel. Hasil yang didapat bahwa pada plat (a) jarak pelarut sebesar 4,8 cm dan pada senyawa memiliki vasiasi yang sangat signifikan yaitu pada sampel buah naga jarak senyawa sebesar 3,9 cm sehingga Rf yang diperoleh sebesar 0,8125. Rf (Retardation faktor) bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa dengan menghitung dan membandingkan harga Rf. Kemudian sampel kedua yaitu bayam dimana jarak senyawa yang ditempuh sangat kecil sebesar 0,3 cm sehingga Rf nya yaitu 0,0625. Sampel ketiga yaitu nanas memberkan jarak senyawa yang hampir mirip dengan buah naga yaitu 3,8 cm sehingga Rf nya sebesar 0,7917 dan sampel keempat yaitu bunga kertas diperoleh jarak senyawa sebesar 2,5 cm dan Rf nya yaitu 0,521. Dari keempat sampel pada plat (a) memberikan variasi Rf yaitu buah naga, nanas, bunga kertas dan bayam secara berturut-turut yaitu 0,8125 : 0,7917 : 0,521 : 0,0625.
      Percobaan kedua pada plat (b) yaitu dengan empat sampel berbeda yaitu semangka, wortel, pepaya dan kentang. Dengan perbandingan eluen tetap 2 : 1 namun dengan komposisi yang berbeda dengan plat (a) yaitu 1 ml n-heksane dan 0,5 ml etil asetat. Hal yang sama seperti perlakuan plat (a). Diawali dengan penotolan keempat sampel pada plat dan dicelupkan pada eluen pada chamber. Dan diamati menggunakan sinar UV dan diukur pada masing-masing sampel. Hasil yang diperoleh plat (b)  yaitu pada jarak pelarut sebesar 4,5 cm dan jarak masing-masing sampel yaitu pertama semangka dengan jarak senyawa sebesar 3,7 cm maka Rf nya sebesar 0,82. Kedua pada sampel wortel dimana jarak senyawa sebesar 3,9 cm maka Rf nya 0,87 dan sampel ketiga yaitu pepaya dengan jarak senyawa sebesar 3,8 cm maka Rf nya menjadi 0,84 dan terakhir pada plat (b) yaitu sampel kentang yang meberikan jarak senyawa nol atau dikatakan senyawa tidak memberikan pergerakan pada plat sehingga berbanding lurus dengan tidak memberikan  nilai Rf. Hal ini dapat disebabkan karena salah perlakuan dari peneliti ataupun senyawa kentang yang sudah tidak murni lagi. Diperoleh nilai Rf yang relatif sama tidak berbeda pada ketiga sampel yaitu semangka, wortel dan pepaya tidak halnya pada kentang.
      Percobaan selanjutnya pada plat (c) dengan 2 sampel saja yang berbeda yaitu tomat dan kembang sepatu. Dengan eluen yang digunakan yaitu n-heksane : etil asetat yaitu 3 : 1, dimana 3 ml n-heksane dan 1 ml etil asetat. Hal yang sama seperti perlakuan pada plat (a) dan plat (b). Maka hasil yang diperoleh pada jarak pelarut sebesar 4,7 cm dan jarak senyawa pada sampel tomat sebesar 4,1 cm maka harga Rf nya 0,872 dan pada sampel kedua yaitu kembang sepatu dengan jarak senyawa sebesar 4 cm sehingga harga Rf nya 0,85.
      Diperoleh variasi harga Rf (Retardation faktor) dari 10 sampel tersebut. Hal-hal yang mempengaruhi adalah kandungan atau kuantitas dari masing-masing sampel dan banyaknya eluen atau perbandingan eluen dengan masing-masing kepolarannya. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu kurangnya ketelitian dari peneliti dan kurangnya pemahaman peneliti dalam melakukan percobaan ini pada komposisi masing-masing eluen yang digunakan.

2.      Kromatografi Kolom
      Kromatografi kolom yang kami gunakan yaitu kromatografi cair-padat (KCP) kolom terbuka. Pemisahan kromatografi kolom berdasarkan pada adsorbsi komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda-beda terhadap permukaan fase diam. Substrat padat (adsorben) bertindak sebagai fase diam yang sifatnya tidak larut dalam fase cair. Fase geraknya berupa cairan (pelarut) yang mengalir akan membawa komponen campuran sepanjang kolom. Prinsip yang mendasari kromatografi kolom adsorpsi adalah komponen-komponen dalam zat contoh yang harus diteliti mempunyai afinitas yang berbeda-beda terhadap adsorben dalam kolom. Apabila kita mengalirkan cairan atau elutor secara kontinyu melalui kolom yang berisi za contoh yang telah diadsopsi oleh penyarat kolom, maka elutor merupakan komponen yang paling lemah terikat pada adsorben. Komponenlain yang akan dihanyutkan sesuai dengan urutan afinitasnya terhadap adsorben. Pemisahan bergantung pada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antarmuka diantaranya butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan relatif komponen pada fase bergeraknya.
      Percobaan diawali dengan penyiapan kolom dengan memasukkan kapas pada kolom yang bertujuan untuk menyumbatnya, kemudian ditetesi dengan n-heksane yang bertujuan untuk membersihkan kapas yang nempel pada dinding kolom tersebut. Pada kolom terlebih dahulu silika gel sebagai adsorben atau substrat padat yang bertindak sebagai fase diam yang sifatnya tidak larut dalam fase cair. Sedangkan fase geraknya yang kami gunakan yaitu n- heksane, dimana n-heksane merupakan cairan (pelarut) yang akan mengalir dan mebawa komponen campuran sepanjang kolom. Selanjutnya disiapkan antara adsorben dan cairan (pelarut) pada suatu tempat kemudian dicampurkan. Kemudian kolom diisikan dengan silika gel dan n-heksane bertujuan untuk pelarutan dan penjernihan kemudian dimasukkan secara  secara perlahan-lahan dan hati-hati serta terus menerus hingga adsorben berada disetengah kolom hingga padat atau menjenuhkan kolom. Dengan cara mengetuk datar dan searah pada bagian dinding hingga tidak ada lagi yang bergerak menetes namun pelarut dalam kolom akn tetap menetes.
      Kemudian, penyiapan sampel yaitu dengan mencampurkan senyawa murni pada 10 sampel yang berbeda meliputi meliputi sampel buah naga, sampel bayam, sampel nanas, sampel bunga kertas, sampel semangka, sampel wortel, sampel pepaya, sampel tomat dan sampel bunga sepatu. Dilanjutkan dengan mencampurkan masing-masing sampel pada silika gel, dengan beberapa tetes sampel saja dan diaduk hingga kering pada cawan petri. Kita hanya menggunakan per sampel tidak menggabungkan beberapa sampel. Kemudian sampel tersebut dimasukkan kedalam kolom dan diratatakan sambil ditetesi dengan dengan campuran dua pelarut tergantung pada sampel dan banyaknya pelarut bergantung pada kepolaran masing-masing pelarut. Hasil yang diperoleh berbeda-beda pada setiap sampel dengan masing-masing eluen yang digunakan sebagai berikut:
a.    Pada sampel pertama yaitu buah naga dengan pelarut yang digunakan yaitu n-heksane : etil asetat dengan perbandingan 8:1.  Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel buah naga yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan. Kemudian pelarut yang keluar dimasukkan kedalam botol-botol kecil deiperoleh sampel pelarut tetapi sampel tidak turun. Oleh sebab sampel tidak turun maka dilanjutkan dengan penambahan pelarut yang sama sebanyak 16:2. Hasilnya sampel turun sedikit, hingga diperoleh ampel pelarut kembali. Diulangi dengan pelarut dan perbandingan yang sama diperoleh hasil bahwa sampel turun setengah. Sampel yang tidak turun-turun dilakukan kembali hal yang sama dengan pelarut tersebut dengan perbandingan yang berbeda yaitu  15:5. Diperoleh bahwa sampel sedikit menurun. Diperoleh 5 botol sampel berwarna bening. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis.  Proses TLC diawali dengan menggaris kertas pada plat TLC 0,5 cm sebanyak 5 garis. Diteteskan, (ditotolkan) 5 tetes sampel dan 1 tetes crude sampel pada plat tetes. Kemudian dimasukkan kedalam eluen yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3 : 2. Diperoleh pada proses TLC yaitu hanya crude (sampel asli) yang bergerak. Sedangkan sampel asil kromatografi kolom tidak.
b.   Pada sampel kedua yaitu bayam diawali dengan menyiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 5 : 10. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel bayam yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan pada kolom. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh bahwa hasil sampel turun didasar kolom, diperoleh: Botol I : bening, Botol II : hijau, Botol III : hijau pudar, Botol IV : bening. Dimana sampel yang dikolom pada silika mengering berwarna kuning. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Kemudian dilakuakn TLC seperti prosedur yang sama diperoleh bahwa tidak ada sampel yang bergerak. Namun pada botol 1,2 dan 3 pada plat berwarna kuning.
c.    Pada sampel ketiga yaitu nanas. Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel nanas yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh sampel: Botol I : berwarna bening, Botol II : silika pecah namun sampel nanas turun menjadi keruh dan Botol III : bening keruh. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Kemudian dilakuakn TLC dimasukkan kedalam eluen yaitu kloroform : metanol dengan perbandingan 2 : 1. seperti prosedur yang sama diperoleh bahwa tidak bergerak dan tidak berwarna.
d.      Pada sampel keempat yaitu bunga kertas. Disiapkan pelarut kloroform. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan. Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh hasil : Botol I : Bening, Botol II : Bening berminyak, Botol III : Agak keruh, Botol IV : Bening, dan Botol V : Bening. Silika  sampel berwarna hijau semakin pudar. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Hasilnya, fasa gerak hanya terjadi pada crude atau sampel asli. Pada plat terdapat warna cream disepanjang jarak dan dibagian tengahnya berwarna ungu.
e.    Pada sampel keenam yaitu semangka. Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 2. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Sampel dalam kolom di silika langsung turun. Diperoleh hasil bahwa: Botol I : Bening, Botol II : Kuning Pudar dan Botol III : Bening. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Hasilnya, Pada plat terlihat bahwa hanya crude (sampel asli) yang bergerak dengan warna kuning. Namun pada hasil yang diperoleh pada saat kolom tidak terdapat fasa gerak.
f.     Pada sampel selanjutnya yaitu wortel. Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 2. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperolh hasil bahwa: Botol I : sampel udah turun berwarnna bening, Botol II : Kuning cerah, dan Botol III : Bening. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol. kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Pada crude terjadi fasa gerak dengan warna kuning. Namun pada hasil kromatografi kolom pada botol I dan III tidak bergerak namun terdapat warna cream. Sedangkan pada botol II tidak terjadi apa-apa.
g.    Pada sampel selanjutnya yaitu pepaya. Disiapkan pelarut n-heksane : etil asetat = 3 : 2. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh: Botol I : Bening (Sampel belum turun), Botol II : Kuning (Sampel turun), Botol III : Bening (Sampel turun) dan Botol IV : Bening Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol. kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Hasilnya, pada plat terlihat bahwa crude terjadi fasa gerak berwarna orange. Botol I : tidak terjadi apa-apa, Botol II : tidak bergerak tetapi terdapat warna cream pudar, Botol III : bergerak dengan warna cream dan Botol  IV : tidak bergerak tetapi ada warna cream pudar pada plat.
h.   Pada sampel selanjutnya kentang. Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh hasil : Botol I : bening ( setengah botol), Botol II : kuning keruh ( seperdelapan botol), Botol III : bening dan Botol IV : bening Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol. kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Hasilnya pada plat terdapat fasa gerak pada crude namun pada sampel hasi kromatografi kolom tidak terjadi apa-apa.
i.        Pada sampel selanjutnya tomat. Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh hasil bahwa : Botol I : berwarna bening, Botol II : berwana kemerahan dan Botol III : bening. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol. kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Hasilnya pada plat diperoleh bahwa botol III bergerak dan berwarna bu-abu.
j.        Pada sampel selanjutnya yaitu bunga sepatu. Disiapkan pelarut kloroform : metanol = 3 : 1. Kemudian kolom yang telah terisi dengan silika gel yang memadat ditambahkan sampel bunga kertas yang kering dan tetesi dengan pelarut tersebut secara perlahan Dimasukkan secara terus menerus dan perlahan. Disiapkan wadah untuk pelarut yang turun. Diperoleh hasil : Botol I : bening, Botol II : keruh dan Botol III: keruh pudar. Setiap botol dibiarkan menguap dan kemudian ditetesi dengan metanol. kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis. Hasilnya pada plat tidak terjadi fasa gerak tetapi terdapat warna cream.
      Dari beberapa sampel diatas dapat terlihat bahwa perbedaan laju turun dari masing-masing sampel dalam kolom dan beberapa percobaan berdasarkan pemisahan dengan kromatografi kolom didasarkan kekuatan adsorpsi atau daya serap dari koefisien partisi antara fasa gerak dan fasa diam. Pengaruh lain disebabkan oleh fasa gerak yang digunakan dalam proses tersebut berdasarkan kepolarannya.
IX. Pertanyaan Pasca Praktikum
  1. Apa faktor yang mempengaruhi perbedaan Harga Rf dari kromatografi lapis tipis ?
  2. Mengapa kita menggunakan silika gel dalam kromatografi kolom dan apa kegunaannya?
  3. Silika gel yang telah memadat pada kolom jika kita tidak hati-hati terjadi perpisahan atau dikatan kalau silika gel pecah. Mengapa tidak boleh ada gelembung udara dalam timbunan silika gel didalam kolom ?
X.   Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:
  1. Pada kromatografi lapis tipis (TLC, Thin Layer Chromatography), bahan penjerap yang dilekatkan tersebar pada plat kaca, alumina ataupun platik. Metodi ini banyak memiliki kelebihan daripada metode kromatografi lainya yaitu dipandang dari proses pengerjaannya yang lebih cepat, kebutuhan bahan dapat disesuaikan dengan keperluan dan pemisahannya baik. Penerapan TLC diawali dengan melapisi plat dengan suspensi bahan penjerap. Plat selanjutnya dikeringkan ddidalam oven. Larutan sampel dalam pelarut yang mudah menguap yang disiapkan dan ditotolkan diatas pelat dengan konsentrasi yang tepat. Bila totolan telah kerng, pelat dimasukkna kedalam bejana yang berisi larutan pengembang. Pemisahan akan terjadi dalam bejana ini dan senyawa yang terpisah akan bergerak lurus keatas seperti noda-noda. Kedudukan awal dan akhir ditandai. Sedangkan kromatografi kolom merupakan teknik yang digunakan untuk pemisahan skala preparatif, dari beberapa miligram sampai puluhan gram. Pemisahan yang dilakukan menggunakan kolom kaca yang berisikan bahan penjerap. Campuran yang dipisahkan dimasukkan kembali dibagian atas timbunan penjerap, dimana campuran ini semua akan terjerap. Fase gerak yang dinamakan eluen, dialirkan terus menerus melalui bahan penjerap. Setiap zat dalam campuran terbawa turun dengan kecepatan yang tidak sama bergantung pada afinitasnya terhadap penjerap.
  2. Penerapan TLC diawali dengan melapisi plat dengan suspensi bahan penjerap. Plat selanjutnya dikeringkan ddidalam oven. Sedangkan pada pemisahan kromatografi kolom dilakukan menggunakan kolom kaca yang berisikan bahan penjerap. Campuran yang dipisahkan dimasukkan kembali dibagian atas timbunan penjerap, dimana campuran ini semua akan terjerap. Fase gerak yang dinamakan eluen, dialirkan terus menerus melalui bahan penjerap. Setiap zat dalam campuran terbawa turun dengan kecepatan yang tidak sama bergantung pada afinitasnya terhadap penjerap. Penjerap yang digunakan yaitu silika gel yng dilarutkan dalam n-Hexane.
  3. Pemisahan TLC akan terjadi dalam bejana ini dan senyawa yang terpisah akan bergerak lurus keatas seperti noda-noda. Kedudukan awal dan akhir ditandai. Identifikasi senyawa dapat dilakukakan dengan menghitung dan membandingkan nilai Rf (Retardation Faktor). Untuk mendapatkan ketelitiannya maka diperlukan zat autentik dan dikembangkan sekaligus. 
    Sedangkan pada
    Campuran yang dipisahkan dimasukkan kembali dibagian atas timbunan penjerap, dimana campuran ini semua akan terjerap. Fase gerak yang dinamakan eluen, dialirkan terus menerus melalui bahan penjerap. Setiap zat dalam campuran terbawa turun dengan kecepatan yang tidak sama bergantung pada afinitasnya terhadap penjerap. Umumnya, zat yang terpisah akan membentuk pita-pita yang perlahan-lahan menuruni kolom dan akhirnya ditampung kedalam sejumlah tabung. Laju gerakan pita dapat diatur dengan mengataur komposisi dari eluen. Fraksi dalam setiap tabung dapat dilihat dengan TLC taua teknik lain yang dalam mengetahui jenis dan kuantitas zat yang ada. Fraksi dengan zat yang sama di campurkan, lalu pelarutnya akan memisah dengan cara menghilang dan akhirnya zat diperoleh murni.
  4. Pemisahan dengan cara kromatografi kolom dapat digunakan dalam memisahkan pigmen tumbuhan diawali dengan ekstrak tanaman tersebut menggunakan pelarut yang sesuai. Pemisahan dengan  kromatografi kolom yang bertindak sebagai fase diam meliputi silika gel dan fase geraknya seperti, metanol, kloroform dan  etil asetat. Pemisahan dengan kromatografi kolom didasarkan pada perbedaan laju turun dari masing-masing komponen dalam kolom, yang ditentukan oleh kekuatan adsorpsi atau daya serap dari koefisien partisi antara fasa gerak dan fasa diam.

XI. Daftar Pustaka
Fatimah. 2014. Identifikasi asam mafenamat dalam jamu rematik yang beredar didistik heram kota jayapura papua. Jurnal Pharmacy Vol.13 (01)
Indriyani. 2015. Pengembangan dan validasimetode kromatografi lapis tipis –Densometri untuk  analisis pewarna merah sistetik pada beberapa merek saus sambel sachet. Jurnal Sains Farmasi Vol.2 No.1.
Suhaimi. 2012. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Tim Kimia Organik. 2016. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Jambi : Universitas Jambi

XII. Lampiran Gambar
Gambar 1. Hasil ekstrak tanaman dan buah 
Gambar 2. Proses kromatografi kolom
Gambar 3. Pengekstrakan sampel




Gambar 4. Penyinaran sinar UV pada plat hasil TLC
Gambar 5. Perendaman Plat pada eluen